Autumn Tale [Prolog]

Title: Autumn Tale [Prolog]

Author: Wenz_Li

Genre: Romance, Family, A Little Angst

Rating: PG – 13

Length: Series [2779 words]

Main Cast:

  • Choi (Seo) Minho
  • Park (Seo) Jiyeon

Minor Cast:

  • Jung (Seo) Jinwoon

***

Seoul, Autumn 1997.

Anak lelaki itu menangis disudut taman sambil merangkul kedua lututnya dan membenamkan kepalanya.

Seorang gadis kecil berjalan mendekati anak lelaki itu dan berjongkok tepat didepannya, “Kenapa kau menangis disini?” tanya gadis itu begitu polos sambil terus memandangi anak lelaki didepannya.

Anak lelaki itu mulai mendongakkan kepalanya dan memandangi gadis kecil yang tengah tersenyum manis padanya.

“Namamu Seo Minho kan?” tanya gadis kecil itu lagi, tapi tak ada balasan dari orang yang ditanyanya itu. “Aku Seo Jiyeon, mulai hari ini kita satu keluarga.” Gadis kecil bernama Jiyeon itu mengulurkan tangannya pada anak lelaki bernama Minho dihadapannya.

Anak lelaki itu memandang benci Jiyeon yang dengan mudahnya tersenyum manis dan menyebutkan kalau mereka adalah satu keluarga.

“Menjauh dariku, aku tidak suka padamu!” Minho menepis uluran tangan Jiyeon dan kemudian ia berlari meninggalkan gadis itu.

Minho benci semuanya. Minho tidak suka kondisi yang ia alami sekarang. Ini tidak adil, Minho hanya seorang anak lelaki berumur 7 tahun dan ia kehilangan semuanya yang seharusnya ia miliki diumurnya sekarang. Ia kehilangan kedua orang tuanya yang ia sayangi, ia kehilangan kakak perempuannya yang selalu menjaganya, ia kehilangan semua sanak keluarganya hanya dengan sebuah kecelakaan maut yang dialaminya dan keluarganya.

Kenapa harus Minho seorang yang selamat dalam kecelakaan maut itu? Kenapa ia harus kehilangan semua keluarganya? Kenapa? Minho terus berlari kencang.

Setelah beberapa lama, Minho akhirnya menghentikan langkahnya dan menatap sebuah gedung yang berukuran cukup besar dangan cat putih yang mulai memudar dan usang karena sudah terlampau lama gedung itu tidak di cat ulang dan hampir tak terurus.

Banyak anak seusianya berlarian kesana-kemari dihalaman depan gedung itu dengan wajah gembira serasa tak ada beban satu pun dipikiran anak-anak itu. Berbeda dengan Minho yang begitu muram dengan wajah penuh kebencian didalam dirinya.

Minho tak pernah berfikir kini ia akan sama seperti anak-anak yang berlarian disana. Kumpulan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka. Kumpulan anak-anak yang tak memiliki apapun didalam hidup mereka. Kumpulan anak yatim-piatu yang tinggal disebuah panti asuhan usang tak terawat dengan tulisan besar terpampang didepan gerbang gedung itu “Seo’s Family”.

Minho benci keadaan ini. Minho membenci semuanya!

“Dulu tatapan mataku sama sepertimu.”

Minho menoleh mencari asal suara itu.

Gadis kecil bernama Seo Jiyeon itu sudah berdiri tepat disamping kirinya dan menatap lurus kumpulan anak-anak yang ada dihadapan mereka.

“Sejak aku lahir aku sudah tinggal disini. Aku tidak pernah memiliki keluarga, tidak seperti dirimu yang pernah memiliki keluarga bahagia seperti anak-anak beruntung lainnya diluar sana. Aku mungkin tidak tau bagaimana perasaanmu sekarang saat kehilangan keluarga yang kau sayangi itu, tapi aku tau kau pasti tidak suka datang kemari dan bergabung dengan kami, tapi dapat kupastikan semua anak yang tinggal disini pun punya perasaan yang sama seperti yang kau rasakan itu. Kami semua tidak suka tinggal disini. Kami semua ingin punya keluarga seperti anak-anak lainnya diluar sana, tapi kami tidak seberuntung itu.”

Minho terdiam mendengar ucapan gadis kecil yang berdiri tepat disampingnya itu.

“Kau tau apa gunanya tempat ini?” Jiyeon menoleh dan memandang Minho dengan senyum manisnya. Minho hanya terdiam dan tak menjawab pertanyaan gadis kecil itu.

“Disini kami dapat menemukan keluarga yang tidak kami miliki diluar sana. Disini kami menjadi satu keluarga. Meski kami tidak memiliki orang tua, tapi kami memiliki banyak saudara yang dapat hidup bersama disini.” Senyum Jiyeon mengembang dan matanya berbinar saat mendeskripsikan arti keluarga baginya yang tak pernah Minho lihat dari sisi anak yatim piatu seperti mereka itu.

“Kau mau menjadi bagian dari kami, Seo Minho?” Jiyeon mengulurkan tangannya untuk kedua kalinya pada Minho.

Meski Minho tak membalas uluran tangan Jiyeon padanya, tapi tatapan benci Minho mulai menghilang sedikit demi sedikit dibanding sebelumnya.

Tau apa gadis kecil berumur 5 tahun tentang arti keluarga? Apa dia tidak tau rasanya kehilangan keluarga yang ia sayangi? Apa dia tidak tau kalau sakit hati kehilangan keluarga adalah sakit hati yang tak bisa setiap anak terima? Berbagai pertanyaan terlintas dipikiran Minho pada Seo Jiyeon yang tersenyum dan berdiri disampingnya itu.

Mungkin Minho telah kehilangan keluarga kandungnya, tapi mulai sekarang ia akan menemukan kebahagiaan dan arti dari keluarga yang baru disini.

“Oh, Jiyeonie, ternyata kau bersama dengan Minho ya?” seorang wanita paruh bawa mengelus puncak kepala Jiyeon.

“Ne, Seo ahjumma. Tadi anak baru ini menangis sendirian di taman, dia bahkan lebih cengeng daripada diriku ahjumma!” adu Jiyeon sambil menunjuk wajah Minho yang hanya bisa terkejut mendengar ucapan gadis kecil itu yang ditujukan untuknya.

“Jiyeonie, kau tidak boleh berkata seperti itu.” Seo ahjumma, yang merupakan salah satu dari wanita paruh baya yang menjaga panti asuhan itu mencubit pipi Jiyeon.

Jiyeon tertawa kecil dan menatap wajah terkejut Minho disampingnya. “Makanya jadi anak laki-laki jangan cengeng!” Jiyeon semakin melebarkan tawanya dan kemudian gadis kecil itu berlari dan berkumpul bersama dengan kumpulan anak-anak lainnya.

“Jiyeon memang seperti itu, tapi dia itu anak yang baik. Kita semua disini adalah keluarga barumu.” Seo ahjumma mengelus puncak kepala Minho dan anak lelaki itu hanya tersenyum samar.

***

Autumn, 2000.

“Kenapa kau suka sekali berdiam disini?” Jiyeon mengambil posisi duduk disamping Minho yang sedang memandangi dedaunan berguguran satu demi satu ditengah taman.

“Musim gugur itu indah.” Jelas Minho sambil tersenyum.

Jiyeon menatap lekat wajah Minho disampingnya itu. Ini adalah pertama kalinya setelah 3 tahun Minho menjadi bagian dari keluarga Seo dan anak lelaki itu tersenyum hanya dengan memandangi dedaunan musim gugur yang bertaburan.

“Indah bagaimana?” tanya Jiyeon penasaran.

Senyum Minho semakin mengembang, “Di musim ini, dedaunan akan menguning dan berguguran jatuh dari tempat asal mereka satu persatu. Meski mereka berguguran satu persatu tapi mereka akan terjatuh ditempat yang sama seperti dedaunan lainnya.” Jelas Minho.

“Lalu apa indahnya? Dedaunan yang terjatuh akan sama saja seperti sampah yang mengotori bumi dan kita harus membersihkannya.” Tolak Jiyeon yang tidak sependapat dengan Minho.

“Ya!” Minho berteriak kencang tepat ditelinga Jiyeon.

“Wae? Apa yang aku katakan salah?” tantang Jiyeon dengan wajah polosnya.

Minho menghela nafas berat, “Meski dedaunan itu jatuh mengotori bumi seperti sampah, tapi setidaknya dedaunan itu akan dikumpulkan menjadi satu sampah yang sama dari pohon yang sama pula. Bahkan semua sampah dedaunan dari pohon yang berbeda pun akan dikumpulkan menjadi satu sampah yang sama.”

“Benar, jadi intinya mereka semua sampah yang sama kan?”

“Ya! Kau benar-benar tidak mengerti analogi ya?” nada bicara Minho semakin meninggi. “Sampah-sampah dedaunan ini akan berkumpul mejadi satu seperti anak-anak yang kehilangan keluarga mereka berkumpul menjadi satu keluarga disini tau!”

“Hah?” Jiyeon hanya menaikkan sebelah alisnya tanda ia tidak mengerti dengan semua penjelasan Minho padanya.

“Ah, sudahlah. Kau memang hanya anak gadis bodoh yang tidak mengerti apapun!” umpat Minho kesal dan kemudian berjalan cepat kembali menuju gedung yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama 3 tahun itu.

Jiyeon tersenyum, “Meski aku tidak mengerti maksudmu apa, tapi aku tau, kau pasti senang kan tinggal bersama kami disini?” goda Jiyeon sambil berlari kecil mengejar langkah Minho yang semakin menjauh.

“Sekarang kau sudah bisa menerima kalau kita semua adalah satu keluarga kan? Sama seperti dedaunan musim gugur yang berjatuhan menjadi sampah yang sama. Begitu kan?” Jiyeon tertawa begitu ia dapat mengimbangi langkah Minho disampingnya.

Minho hanya berdecak kesal. Lagi-lagi, Seo Jiyeon, anak kecil berumur 8 tahun. Tau apa dia tentang dirinya? Kenapa gadis itu selalu bertingkah seakan dia tau segalanya tentang Seo Minho?

Seo Minho. Begitulah sekarang anak lelaki itu menyebut dirinya sendiri, sekarang dia adalah Seo Minho, bagian dari keluarga Seo yang tinggal ditempat yang sama dengan anak-anak keluarga Seo lainnya.

***

Autumn, 2005

“Bisakah kau mengajarkanku soal yang ini?” Jiyeon menyodorkan buku pelajarannya pada Minho yang sedang sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya.

“Jiyeonie, aku sedang sibuk. Kau bisa mencari Jinwoon untuk mengajarkannya padamu. Dia lebih pintar daripada aku.” Tolak Minho tanpa mengalihkan pandangannya dari buku-buku pelajarannya.

Jiyeon mengerucutkan bibirnya kesal. Kemudian ia keluar dari kamar Minho dan berjalan menuju kamar Seo Jinwoon yang tepat berada disamping kamar Minho.

Seo Jinwoon. Salah satu dari anak yatim piatu yang tinggal di ‘Seo Family’, umurnya sama dengan Seo Minho. Dia termasuk anak yang pandai dan cerdas.

“Jinwoon Oppa…” Panggil Jiyeon sambil mengetuk pintu kamar Jinwoon. Kemudian seorang lelaki berumur 15 tahun membuka pintu kamar itu dan tersenyum memandangi sosok Jiyeon yang ada didepan pintu kamarnya.

“Ada apa uri Jiyeonie?” tanya Jinwoon sambil mengacak rambut panjang Jiyeon.

“Bisa mengajarkanku soal ini?” Jiyeon mengulurkan buku pelajarannya pada Jinwoon.

Anak lelaki itu tersenyum dan dengan cepat dia mengiyakan permintaan Jiyeon.

Diam-diam anak lelaki itu –Seo Jinwoon- dia menyimpan perasaan lebih pada Seo Jiyeon, bukan sebagai seorang kakak laki-laki pada adik perempuannya, tetapi sebagai seorang lelaki yang menyukai wanitanya.

Jinwoon mulai mengajarkan soal-soal yang Jiyeon minta padanya dan gadis kecil itu tersenyum karena ia merasa beruntung memiliki seorang kakak laki-laki yang begitu pintar seperti Seo Jinwoon yang mau dan bisa mengajarinya soal-soal pelajaran yang dianggapnya susah.

“Jinwoon-ah, bisa kau ikut ahjumma sebentar?” Seo ahjumma muncul didepan pintu kamar Jinwoon seraya tersenyum lebar.

“Tentu ahjumma, tapi sekarang aku dan Jiyeonnie–”

“Oh, tidak apa-apa, aku sudah selesai, Jinwoon Oppa ikut saja dengan Seo ahjumma.” Jiyeon seakan mengerti dengan kata-kata Jinwoon yang tak sempat ia selesaikan.

Seo ahjumma tersenyum, kemudian Jinwoon pun mengikuti langkah Seo ahjumma.

Jiyeon membereskan buku-buku pelajarannya yang berserakan di meja kamar Jinwoon, kemudian gadis itu berjalan kembali menuju kamarnya. Tapi belum sampai didepan kamarnya langkah gadis itu terhenti saat ia mendengar pembicaraan antara Seo ahjumma, Seo Jinwoon dan suara-suara dari lelaki dan wanita paruh baya lainnya yang tidak ia kenal dari ruang tamu.

Jiyeon mengubah langkah kakinya yang sebelumnya akan menuju kamarnya kini menuju ruang tamu.

“Bagaimana? Apa kau mau menjadi bagian dari keluarga Jung kami sayang?” seorang wanita paruh baya yang tidak Jiyeon kenal mengelus puncak kepala Jinwoon dan anak lelaki itu tersenyum kemudian ia mengangguk yakin.

“Aku mau menjadi seorang Jung Jinwoon.” Seo Jinwoon yang merupakan salah satu dari kakak lelaki Jiyeon dikeluarga Seo kini akan diadopsi oleh keluarga Jung dan meninggalkan keluarga Seo. Seo Jinwoon akan menjadi Jung Jinwoon.

Jiyeon begitu terkejut dan tidak percaya. Bukan perasaan benci ataupun iri yang gadis itu rasakan, tetapi perasaan takut kehilangan seorang kakak lelaki yang begitu pintar seperti Seo Jinwoon.

Selama 13 tahun Seo Jiyeon tinggal di panti asuhan itu, belum ada satu pun keluarga yang menawarkan diri pada Jiyeon untuk menjadikannya bagian dari keluarga, tapi itu bukan masalah bagi Jiyeon, karena gadis itu memang lebih senang dan sudah merasa nyaman menjadi bagian dari keluarga Seo.

Tapi entah mengapa, gadis itu selalu saja ingin menangis jika satu persatu anak-anak yatim piatu dikeluarga Seo diadopsi oleh keluarga lain. Jiyeon takut kehilangan semua keluarga yang kini tinggal bersamanya.

“Jangan menangis lagi, aku masih disini bersamamu.” Jiyeon tersenyum tipis mendengar suara lelaki yang ditujukan padanya itu. Tanpa menoleh sekalipun, Jiyeon tau itu adalah suara Minho yang kini sudah berdiri tepat disampingnya dan sama-sama menyaksikan kebahagiaan yang Jinwoon dapatkan didepan sana. Sebuah keluarga baru untuk Jung Jinwoon.

Jiyeon yang sebelumnya ingin sekali menangis karena takut kehilangan Jinwoon kini ia tersenyum karena masih ada Minho disampingnya.

“Kau janji tidak akan meninggalkanku?” Jiyeon menoleh menatap wajah Minho lekat.

Minho hanya mengangkat bahunya, “Hm, mungkin.”

“Mwo? Mungkin? Apa kau juga berniat dan ingin memiliki keluarga lain selain keluarga Seo ini? Kau berniat meninggalkan aku sendirian disini?” tanya Jiyeon panik.

Minho terkekeh seraya mengacak rambut Jiyeon gemas, “Bukan aku, tapi mungkin saja kau yang akan lebih dulu meninggalkan keluarga Seo ini.”

“Tidak mungkin! Selamanya aku ingin tinggal disini, menjadi bagian keluarga Seo dan tinggal bersama Seo Minho!” teriak Jiyeon yakin.

Minho tertawa, “Benarkah? Kau yakin kau tidak akan meninggalkan keluarga Seo ini?”

Jiyeon mengangguk mantap. “Asal kau tidak pergi, aku akan tetap disini. Jadi kau juga tidak boleh pergi dari sini. Ingat itu Seo Minho!” ancam Jiyeon dan membuat tawa Minho semakin menggelegar.

Seo Jiyeon, gadis kecil berumur 13 tahun itu takut kehilangan Seo Minho yang sangat disayanginya. Seo Minho yang 8 tahun lalu menangis dan sangat membenci panti asuhan ‘Seo Family’ itu, kini mulai terbiasa dan mulai menikmati indahnya menjadi bagian dari keluarga Seo, terlebih dengan kehadiran Seo Jiyeon disampingnya.

Seo Jiyeon yang manja, Seo Jiyeon yang bodoh, Seo Jiyeon yang selalu bertingkah seenaknya, semua yang Seo Jiyeon lakukan sangat Seo Minho sukai, begitupun sebaliknya. Seo Minho yang terkadang dingin, Seo Minho yang terkadang begitu hangat, Seo Minho yang sangat menyayangi Jiyeon itu, Jiyeon juga begitu menyukainya.

Dimana ada Seo Jiyeon, disanalah ada Seo Minho. Mereka selalu bersama dan tak akan pernah terpisahkan.

“Kau yang bilang tidak akan pergi, maka kau tidak boleh pergi dari sini, ingat itu Seo Jiyeon!” kali ini Minho yang mengancam Jiyeon.

Gadis itu tertawa dan kemudian ia mengangguk mantap. “Aku tidak akan pergi dari sini. Aku janji.”

***

Autumn, 2007.

Janji adalah janji. Sebuah janji harus ditepati. Begitulah yang selalu Minho dan Jiyeon pegang. Tak boleh ada satupun diantara mereka yang meninggalkan ‘Seo Family’, karena mereka berdua akan selalu bersama apapun yang terjadi.

“Jiyeonie, keluarga Park itu sangat baik, mereka juga kaya raya, mereka sangat menginginkanmu menjadi bagian dari keluarga mereka, kau bisa memikirkannya terlebih dahulu Jiyeonie, kau tidak boleh langsung menolak keluarga itu begitu saja, ini kesempatan yang sangat langka Jiyeonie.” Untuk yang ketiga kalinya Seo ahjumma menasehati Jiyeon agar gadis itu mau diadopsi oleh keluarga Park, tapi untuk yang ketiga kalinya juga, Jiyeon tetap menolak untuk diadopsi.

“Aku tidak mau ahjumma, aku ingin disini.” Jawab Jiyeon bersikukuh dengan keinginannya.

Akhirnya Seo ahjumma hanya bisa pasrah mendengar jawaban Jiyeon yang tidak pernah berubah itu dan wanita paruh baya itu pun menyerah.

“Baiklah kalau keinginanmu begitu.” Seo ahjumma pergi meninggalkan Jiyeon sendirian dikamarnya.

Minho yang sedari tadi berdiri didepan kamar Jiyeon dan menguping pembicaraan antara Seo ahjumma dan Jiyeon akhirnya berjalan masuk kedalam kamar gadis itu.

“Kenapa menolaknya? Keluarga Park kelihatannya lumayan. Mereka baik dan pasti bisa menjadi keluarga yang cocok untukmu?” tanya Minho sambil mengambil posisi duduk disamping gadis itu.

Jiyeon menatap tajam kearah Minho, “Ya! Apa kau tidak ingat janji diantara kita huh?” nada bicara Jiyeon meninggi karena kesal.

Minho tersenyum kecil, “Kau masih mengingat janji itu? Itu hanya janji dua tahun yang lalu Jiyeonie. Setiap anak panti asuhan pasti ingin memiliki keluarga utuh yang sebenarnya bukan hanya sekedar keluarga panti asuhan seperti ini saja.” raut wajah Minho terlihat agar muram dan sedih.

“Apa kau ingin memiliki keluarga yang sebenarnya Minho-ah?” tanya Jiyeon pelan nyaris tak terdengar. “Sebenarnya kau kan yang menyesal menolak tawaran keluarga Choi waktu itu?” lanjut Jiyeon kali ini dengan nada bicara agak keras.

Sebelumnya Minho pernah mendapatkan tawaran untuk diadopsi oleh keluarga Choi, tapi dengan cepat anak lelaki itu menolaknya.

Minho menggelengkan kepalanya, “Aku tidak.” Tatapan mata anak lelaki itu mulai menerawang keatas. “Aku tidak menyesal menolak keluarga manapun yang ingin mengadopsiku, hanya saja, aku takut kau yang akan menyesal Jiyeonie. Memiliki keluarga yang sebenarnya pasti adalah impian semua anak panti asuhan, begitupun denganmu. Iya kan?” tanya Minho.

“Kalau kau tidak, aku juga tidak!” seru Jiyeon cepat. “Bagiku asal ada kau –Seo Minho- disini bersamaku, bagiku itu sudah keluarga yang sebenarnya. Aku tidak butuh keluarga Park ataupun keluarga manapun untuk menjadi keluargaku.” Jiyeon menghela nafas panjang. “Janji adalah janji. Kau, Seo Minho dan aku, Seo Jiyeon, tidak ada yang boleh mengingkari janji diantara kita!”

Minho tersenyum, “Arraseoyo, Seo Jiyeon.” Kemudian ia mengacak rambut gadis itu dan mereka berduapun tertawa bersama.

Mata Jiyeon menatap jauh keluar jendela kamarnya, “Lihat!” seru gadis itu cepat sambil menunjuk keluar jendela kamarnya. Minho mengikuti arah telunjuk gadis itu.

“Musim gugur tiba. Musim yang paling kau suka kan?” Jiyeon tersenyum bahagia saat melihat daun-daun yang menguning berguguran diluar sana.

Minho mengangguk mengiyakan perkataan Jiyeon, “Musim gugur 2007 datang. Aku suka musim gugur. Aku harap musim gugur tahun demi tahun selanjutnya akan kita lewati bersama juga…” gumam Minho.

“Tentu saja!” seru Jiyeon kencang dan Minho tertawa bahagia melihat semangat gadis itu. “Selamanya kita habiskan setiap musim gugur yang ada bersama.”

Minho mengangguk mengiyakan ucapan Jiyeon.

***

~ To Be Continue ~

***

Annyeong-annyeong… kali ini author Wenz_Li datang dan bawa prolog FF baru lagi, pairing JiMin (Jiyeon – Minho). Ada JiMin shippers disini? *celingukan*

Ah iya, berhubung ini baru prolog, minta pendapatnya dari para readers sekalian nih, gimana prolognya ini? Buat penasaran ga? Atau biasa-biasa aja and nothing special? Hhe ^^

Ok deh, yang mau komen ya komen, yang ga mau komen juga gpp deh. Udah baca FF ini sampe akhir juga makasih banget. Hhehe ^^

Satu lagi, mian kalo banyak typo sana-sini. Gak author cek lagi soalnya.

***

Tinggalkan komentar